Kamis, 28 Juli 2011

Morfologi


Morfologi berasal dari kata dalam bahasa Inggris morphology. Kata morphology sendiri berakar dari kata morph yang berarti ‘bentuk’ dan logy yang berarti ‘ilmu’. Secara sederhana morfologi diartikan sebagai ilmu tentang bentuk. Selanjutnya dalam konteks linguistik, morfologi adalah salah satu cabang linguistik yang mengkaji morfem dan kata.
            Morfem dan kata merupakan satuan kebahasaan yang menjadi objek kajian morfologi. Dalam linguistik dikenal sepuluh satuan kebahasaan yaitu fona/bunyi, fonem, silabel/suku kata, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Dengan demikian posisi objek kajian morfologi (morfem dan kata) adalah di atas silabel dan di bawah frasa. Sementara itu, morfologi sebagai salah satu cabang linguistik yang mengkaji morfem dan kata memiliki posisi di atas fonemik dan di bawah sintaksis seperti yang tergambar pada bagan di bawah ini.
 
Untuk mengkaji objek penelitian morfologi—morfem dan kata—diperlukan bahan penelitian atau data. Data harus lebih besar dari objek penelitian. Oleh karena itu, data morfologi bisa berupa kalimat, klausa, dan/atau frasa.
Dalam linguistik, cabang yang mempelajari kata bukan hanya morfologi. Masih ada cabang lain yang juga mengkaji kata yaitu leksikologi, leksikografi, dan etimologi. Leksikologi adalah cabang linguistik yang mengkaji seluk-beluk kata dari segi makna leksikal—semantik leksikal. Leksikologi mengkaji kata dari aspek perbendaharaan, pemakaian, dan pemaknaan secara leksikal kata suatu bahasa. Sementara itu, morfologi mengkaji kata dari aspek pembentukan dan pemaknaan secara gramatikal.
Meskipun berbeda, keduanya saling berhubungan. Morfologi memerlukan makna leksikal dari setiap bentuk dasar untuk menentukan makna gramatikal sebuah morfem yang melekat pada morfem lain yang akhirnya membentuk kata. Makna leksikal tersebut merupakan hasil kajian leksikologi.
Leksikografi merupakan lanjutan dari leksikologi. Hasil kajian leksikologi dituangkan dalam tulisan menjadi sebuah kamus. Ilmu yang diperlukan untuk membuat kamus adalah leksikografi. Oleh karena itu, leksikografi merupakan cabang linguistik yang bersifat terapan.
Leksikologi bertugas mengumpulkan lema-lema dari kekayaan kosakata suatu bahasa beserta makna leksikalnya. Sementara itu, morfologi bertugas mengkaji pembentukan kata yang bisa menjadi leksem/lema dan kata jadian beserta makna gramatikalnya. Hasil kajian leksikologi dan morfologi disatukan dalam kamus menggunakan leksikografi. Leksem-leksem dari perbendaharaan kata yang telah dikumpulkan menjadi lema/entri. Sementara itu penjelasan makna leksikal, kata jadian dan makna gramatikalnya menjadi penjelasan dari setiap entri/lema atau disebut juga gloss.
Etimologi adalah cabang linguistik yang mengkaji asal-usul kata. Etimologi melacak asal mula suatu kata dengan menelusuri pembentukannya secara historis dan diakronis—lintas waktu atau meliputi berbagai zaman dalam perkembangan suatu bahasa. Sementara itu, Morfologi mempelajari seluk-beluk pembentukan kata secara sinkronis—meliputi satu zaman tertentu dalam perkembangan suatu bahasa.
Pembentukan kata yang dikaji oleh morfologi sangat diperlukan dalam penyusunan tata bahasa dan kamus. Sistem pembentukan kata merupakan salah satu unsur dasar dalam tata bahasa karena kata merupakan bagian dari tata bahasa. Sementara itu penyusunan kamus juga memerlukan kata-kata yang menjadi hasil kajian morfologi karena kamus juga memuat penjelasan dari setiap lema dan kata turunannya.
Setelah itu, hasil penyusunan tata bahasa dan kamus dapat digunakan oleh banyak orang. Oleh pemakai bahasa, tata bahasa dapat digunakan sebagai acuan dalam berkomunikasi. Oleh kaum peneliti dan intelektual seperti pengajar, wartawan, editor, penerjemah, dsb., hasil kajian morfologi yang tertuang dalam tata bahasa dan kamus dapat digunakan sebagai acuan dalam bekerja.

Senin, 25 Juli 2011

Satuan Kebahasaan


Bahasa terwujud dalam satuan-satuan kebahasaan (linguistics units). Ada sepuluh satuan kebahasaan yang dikenal dalam ilmu bahasa dewasa ini, yaitu wacana, paragraf, kalimat, klausa, frasa, kata, morfem, silabel, fonem, dan fona.
Dalam sejarahnya, kata menjadi satuan kebahasaan yang pertama kali mendapatkan perhatian besar. Pada zaman para filsuf dunia seperti Plato, kata menjadi satuan kebahasaan yang paling penting. Setelah kata, kalimat menjadi satuan kebahasaan selanjutnya yang mendapatkan perhatian. Jadi, sebelumnya, satuan lain seperti morfem, frasa, fona, fonem dan silabel serta paragraf dan wacana belum mendapatkan perhatian sebesar kata dan kalimat. Bahkan, satuan-satuan seperti fona, fonem, dan silabel tidak dimasukkan dalam satuan kebahasaan karena tidak mengandung makna. Barulah dewasa ini, fona, fonem dan silabel dimasukkan dalam satuan kebahasaan.
Paragraf dan wacana juga baru mendapat perhatian setelah para ahli bahasa mendapati permasalahan bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan disiplin ilmu yang telah ada seperti fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik. Akhirnya muncullah disiplin ilmu bernama analisis wacana yang mempelajari satuan kebahasaan bernama paragraf dan wacana itu sendiri.
Satuan kebahasaan berkaitan dengan bentuk dan makna. Bentuk satuan kebahasaan berupa deret bunyi bahasa. Bentuk tersebut bersifat acak atau arbitrer. Sementara itu makna suatu satuan kebahasaan bersifat linier atau tetap. Misalnya untuk mengungkapkan makna ‘lembaran-lembaran kertas yang terjilid, dapat berisi tulisan atau kosong’ dapat digunakan bentuk buku atau bisa juga dengan bentuk book atau bentuk lain dari berbagai bahasa. Makna di atas bersifat tetap tetapi bentuk untuk mengungkapkan makna tersebut acak atau tidak tetap.
Sepuluh satuan kebahasaan tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu satuan kebahasaan yang belum memiliki makna atau satuan fonologis dan satuan kebahasaan yang yang bermakna atau satuan gramatikal. Yang termasuk satuan fonologis adalah fona atau bunyi, fonem, dan silabel atau suku kata. Sementara itu satuan gramatikal meliputi morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Satuan gramatikal memiliki dua unsur yaitu bentuk dan makna. Bentuk satuan gramatikal berupa struktur fonologis atau urutan fonem. Sementara itu, satuan fonologis hanya memiliki bentuk. 
Mengenai makna, ada dua jenis makna yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna yang timbul karena ada hubungan antara satuan kebahasaan, konsep, dan objek atau referen (Baryadi, 2011: 14). Misalnya, kata gunting memiliki makna leksikal ‘perkakas untuk memotong kain (kertas, dsb)’. Di situ terdapat hubungan antara sebuah objek berupa benda yang disebut gunting, dengan konsep makna di atas, dengan bentuk satuan kebahasaan berupa kata gunting. Sementara itu, makna gramatikal adalah makna yang timbul karena bertemunya dua atau lebih satuan gramatikal. Misalnya, imbuhan me(N)- bertemu dengan kata gunting menjadi menggunting. Kata menggunting memiliki makna gramatikal ‘memotong sesuatu dengan gunting’.
Berikut merupakan bagan satuan-satuan kebahasaan dari yang terbesar hingga terkecil berserta cabang linguistik yang mengkajinya.

Berikut merupakan definisi secara ringkas tiap-tiap satuan kebahasaan.

  1. Wacana
Secara etimologis kata wacana berakar dari kata bahasa Sansekerta vacana yang berarti ‘bacaan’. Kata tersebut masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru sebagai wacana yang berarti ‘bicara’, ‘kata’, ‘ucapan’. Oleh bahasa Indonesia kata wacana diserap dengan arti ucapan, percakapan, kuliah (Baryadi, 2002: 1).
Dari situ, istilah wacana digunakan sebagai kata untuk menerjemahkan kata bahasa Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari kata Latin discursus yang berarti ‘lari kian kemari’ (yang diturunkan dari dis- yang bararti ‘dari’, ‘dalam arah yang berbeda’ dan curere yang berarti ‘lari’). Kemudian discourse diartikan sebagai komunikasi pikiran dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; percakapan; komunikasi secara umum; ceramah dan kotbah (Webster, 1983: 522 dalam Baryadi, 2002: 1).
Menurut kamus linguistik, wacana didefinisikan sebagai satuan kebahasaan terlengkap; dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (buku, ensiklopedi, novel, dll) paragraf, kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 2008: 259).
Ada juga yang menyatakan bahwa wacana berarti objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menumbulkan pemahaman tertentu yang tersebar luas (Lull, 1998: 225). Leo Kleden menyatakan bahwa wacana sebagai ucapan dalam mana seorang pembicara menyampaikan sesuatu tentang sesuatu kepada pendengar (Kleden, 1997: 34).
            Dari semua definisi yang telah dikemukakan di atas, ada benang merah yang dapat ditarik mengenai pengertian wacana.     Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Konteks adalah sesuatu yang menyertai, bersama, dan mendukung keberadaan wacana itu sendiri. Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa.
Wacana tak sekadar kumpulan kalimat atau paragraf melainkan sebuah konstruksi yang memiliki sifat utuh (unity) dan padu (coherent). Sebuah wacana dikatakan utuh jika kalimat atau paragraf yang tersusun mendukung satu topik yang sedang dibahas. Wacana juga bersifat padu jika antar kalimat atau paragraf tersusun secara sistematis dan memiliki ikatan timbal balik. Antarkalimat atau paragraf tidak bertentangan dan merupakan suatu aliran penjelasan yang sistematis.
           
  1. Paragraf
Paragraf menurut kamus linguistik adalah bagian dari wacana yang mengungkapkan pikiran atau hal tertentu yang lengkap tetapi masih berkaitan dengan isi seluruh wacana. Paragraf dapat terdiri dari satu atau sekelompok kalimat yang saling berkaitan (Kridalaksana, 2008:173). Paragraf atau sering juga disebut alinea merupakan bagian dari suatu karangan yang penulisannya dimulai dengan baris baru dan merupakan suatu kesatuan pikiran yang berisikan satu ide pokok dalam rangkaian kalimat-kalimat. Jadi paragraf merupakan kumpulan beberapa kalimat yang mengandung satu ide pokok dan merupakan bagian dari sebuah karangan utuh yang mendukung topik pembicaraan karangan tersebut.
Dalam satu paragraf terdapat satu kalimat utama dan satu atau lebih kalimat penjelas. Seperti halnya wacana, setiap kalimat yang berurutan harus memiliki hubungan timbal balik dan tidak boleh saling bertentangan. Kalimat-kalimat yang menyusun sebuah paragraf juga harus bersifat utuh dan padu seperti pada kasus wacana.
            Contoh paragraf:
Sekarang adalah musim panas. Di setiap sore tak ada orang yang berada di dalam rumah. Mereka suka berjalan-jalan dan duduk di tepi jalan. Aku dan temanku sering keluar ke bioskop musim panas. Di sana ada pohon-pohon yang rindang yang membuat udara menjadi sejuk. Kadang filmnya kurang bagus, tetapi kami tak mempedulikannya sebab masih banyak hiburan yang lain seperti pemandangan di langit malam. Langit malam di musim panas sangat indah. Langit terlihat bersih dan bintang-bintang bagaikan tersebar merata saling menampakkan sinar kecilnya. Di sana juga sering terlihat bulan yang terlihat besar dan bersinar terang. Sungguh ini adalah suasana yang menyenangkan.

  1. Kalimat
Kalimat adalah sekelompok kata-kata yang menyatakan pikiran lengkap dan memiliki subjek dan predikat. Subjek adalah sesuatu tentang mana sesuatu itu dibicarakan. Predikat adalah sesuatu yang dikatakan tentang subjek.
            Namun pengertian di atas menjadi kurang sempurna karena satuan kebahasaan yang lain yaitu klausa juga memiliki pengertian yang hampir sama. Perbedaan mendasar terdapat pada intonasi. Kalimat adalah satuan lingual yang diakhiri oleh lagu akhir selesai baik lagu akhir selesai turun maupun naik (Wijana, 2009:56). Kalimat menjadi jelas ketika diucapkan. Kesimpulannya, kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa (Kridalaksana, 2008:103).
            Contoh kalimat:
            Hai!
            Ini Budi, Budi bermain bola.
            Aku akan pergi jika hujan sudah reda.
            Ketika nenek datang, ayah sedang membaca koran dan ibu sedang memasak.

  1. Klausa
Klausa adalah satuan kebahasaan yang bersifat predikatif. Maksudnya satuan lingual ini melibatkan predikat sebagai unsur intinya (Wijana, 2009:54). Oleh karena itu, klausa sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata yang mengandung hubungan fungsional subjek-predikat dan secara fakultatif dapat diperluas dengan beberapa fungsi yang lain seperti objek dan keterangan (Keraf, 1991:181).
Seperti penjelasan pada poin kalimat, pengertian klausa sering mengalami silang pengertian dengan kalimat. Sebenarnya permasalahannya ada pada intonasi pengucapan. Klausa tidak mengenal intonasi. Yang lebih ditekankan pada klausa adalah unsur-unsur dasar seperti yang disebutkan di atas. Walaupun demikian klausa dan kalimat memang memiliki hubungan yang sangat erat. Sebuah kalimat tunggal terdiri dari satu klausa dan kalimat majemuk terdiri dari dua atau lebih klausa. Secara sederhana kamus linguistik mengatakan bahwa klausa adalah kelompok kata yang yang sekurang-kurangnya memiliki subjek dan predikat dan berpotensi sebagai kalimat (Kridalaksana, 2008:124).
Contoh klausa:
            Ibu pergi
            Setelah aku belajar

  1. Frasa
Pada dasarnya frasa adalah gabungan kata. Namun tak semua gabungan kata merupakan frasa. Frasa merupakan gabungan kata yang tidak melewati batas fungsi. Yang dimaksud dengan fungsi adalah istilah seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan (Wijana, 2009:46).  
Menurut Gorys Keraf, frasa merupakan gabungan dua atau lebih kata yang mana masing-masing kata tetap mempertahankan makna dasar katanya dan setiap kata pembentuknya tidak berfungsi sebagai subjek dan predikat dalam konstruksi itu. Hal ini penting untuk membedakan frasa dengan kata majemuk dan frasa dengan kalimat atau klausa. Kata majemuk juga merupakan gabungan kata namun kata-kata yang bergabung tersebut telah melahirkan pengertian baru dan setiap kata tidak lagi mempertahankan maknanya. Misalnya kambing hitam sebagai kata majemuk bukan berarti kambing yang hitam melainkan orang yang dipersalahkan, sedangkan sebagai frasa kambing hitam berarti kambing yang hitam.
            Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa frasa adalah gabungan kata yang mana setiap kata tetap mempertahankan makna masing-masing dan gabungan kata tersebut tidak melewati batas fungsi. Dalam sebuah frasa hanya terdapat satu kata sebagai unsur inti atau unsur pusat. Kata-kata yang lain hanyalah sebagai unsur penjelas.
            Contoh frasa:
            rumah saya, sedang makan, sangat banyak, di kampus, sepuluh ekor,

  1. Kata
Kata adalah bentuk bebas yang terkecil yang tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas yang lebih kecil lagi (Wijana, 2009:33). Berdasarkan kamus linguistik, kata adalah satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem; satuan terkecil dari leksem yang telah mengalami proses morfologis; morfem atau kombinasi morfem yang oleh ahli bahasa dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas (Kridalaksana, 2008: 110).
Sementara itu, Gorys Keraf menjelaskan bahwa pengertian kata tidak dapat dipisahkan dengan pengertian arti. Arti adalah hubungan antara tanda berupa lambang bunyi ujaran dengan hal atau barang yang diwakilinya. Jadi kata merupakan lambang bunyi ujaran tentang suatu hal atau peristiwa. Seperti halnya manusia yang memiliki nama demikian juga benda dan peristiwa yang juga memiliki lambang bunyi ujaran berupa kata yang memiliki arti atau makna.
Contoh kata: makan, rumah, pakaian.

  1. Morfem
Morfem adalah satuan gamatikal terkecil yang berperan sebagai pembentuk kata (Wijana, 2009:33). Sebagai pembentuk kata morfem merupakan satuan kebahasaan yang terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil (Kridalaksana, 2008:157). Dalam bahasa Indonesia morfem juga dapat berupa imbuhan.
Dalam morfem dikenal istilah morfem dasar yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri seperti lari, datang, tidur, dsb. Ada juga morfem terikat yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri seperti awalan ber-, me(N-), akhiran –kan, -i, dsb. selain itu dikenal juga istilah morfem dasar yaitu bentuk yang merupakan dasar pembentukan kata polimorfemik (kata yang terdiri dari lebih dari satu morfem) misalnya rumah, alat, meja, dsb. 
Sebuah morfem dasar dengan sendirinya sudah membentuk kata. Namun sebaliknya, konsep kata tidak saja meliputi morfem dasar tetapi juga meliputi semua bentuk gabungan antara morfem dasar dengan morfem terikat atau morfem dasar dengan morfem dasar.
            Contoh morfem
            {kerja}, {pergi}, {juang}, {ber-}, {per-}, {per-an}

  1. Silabel
Dalam kamus linguistik, silabel atau suku kata dapat dilihat dari tiga sudut pandang yaitu sudut fisiologi, artikulasi, dan fonologi. Dari sudut fisiologi, suku kata adalah ujaran yang terjadi dalam satu denyut yakni pada satu penegasan otot pada waktu penghembusan udara dari paru-paru. Dari sudut artikulasi, silabel adalah regangan ujaran yang terjadi dari satu puncak kenyaringan di antara dua unsur yang tak berkenyaringan. Dari sudut fonologi silabel adalah struktur yang terjadi dari satu fonem atau urutan fonem bersama dengan ciri lain seperti kepanjangan atau tekanan (Kridalaksana, 2008:230).
Dari pengertian tersebut diambil benang merah bahwa silabel adalah satuan ritmis yang terkecil. Artinya satuan yang memiliki puncak kenyaringan yang lazimnya diduduki oleh bunyi-bunyi vokal (Wijana, 2009:28). Bunyi konsonan berperan sebagai lembah suku.
            Contoh silabel:
            Kata kaki berasal dari suku kata ka- dan -ki.
            Kata tangan berasal dari suku kata ta- dan -ngan.

  1. Fonem
Fonem adalah bunyi-bunyi yang berpotensi sebagai pembeda makna (Wijana, 2009:22). Salah satu cara menentukan sebuah fonem dalam sebuah sistem bahasa adalah dengan pasangan minimal. Pasangan minimal adalah dua buah kata yang memiliki satu bunyi yang berbeda. Misalnya kata tali dan tari. Dalam kedua kata tersebut terapat dua bunyi berbeda yaitu [l] dan [r]. Dengan demikian bunyi [l] dan [r] dalam bahasa Indonesia adalah fonem.

  1. Fona
Fona atau bunyi bahasa adalah satuan bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia dan diamati dalam fonetik sebagai fon atau dalam fonologi fonem (Kridalaksana, 2008:38). Ada dua jenis bunyi bahasa yaitu vokoid yaitu bunyi yang dihasilkan dengan arus udara yang tidak mengalami rintangan (Wijana, 2009:16). Misalnya [a], [i], [e], dsb. Jenis yang kedua adalah kontoid yaitu bunyi yang dihasilkan dengan arus udara yang mengalami rintangan atau hambatan (Ibid, 2009:18). Misalnya [p], [r], [t], dsb.

Daftar Pustaka

Baryadi, I. Praptomo. 2002. Dasar-Dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta:   Pustaka Gondho Suli.
_________________. 2011. Morfologi dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta: Penerbit Sanata Dharma.
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
___________________. 2008. Kamus Linguistik (Edisi 4). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Purwoko, Herudjati. 2008. Discourse Analysis: Kajian Wacana bagi Semua Orang. Jakarta: Penerbit Indeks.
Samsuri. 1988. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sugono Dendy (Pemred). 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wijana, I Dewa Putu. 2009. Berkenalan dengan Linguistik. Yogyakarta: Pustaka Araska.

Sumber dari Internet
 
Copyright (c) 2010 Media Bahasa Indonesia. Design by WPThemes Expert

Blogger Templates, Free Samples And CNA Certification.